Saturday, July 17, 2010

KA'AB BIN MALIK

kindly taken from : http://embuntarbiyah.wordpress.com

Kisah ini bukan kisah pertama yang ditulis di buku Teladan Tarbiyah yang saya ulas di artikel sebelumnya. Dalam buku itu kisah ini masuk dalam bagian At-Tajarrud. Mungkin di antara kita sudah sering mendengar kisah tentangnya. Biasanya kisahnya dihubungkan dengan kefuturan. Dulu saya pertama membaca kisahnya dalam buku “Yang Berguguran di Jalan Dakwah” karya Fathiyakan. Semoga bisa bermanfaat.

Pada perang Tabuk, ada beberapa sahabat yang tidak berangkat berperang. Salah satu di antar mereka. Salah satu di antara mereka adalah Ka’ab bin Malik. Marilah kita dengarkan cerita Ka’ab yang menunjukkan kejujuran imannya, usai turunnya pengampunan Allah atas dosanya.

“Aku sama sekali tidak pernah absent mengikuti semua peperangan bersama Rasululah saw, kecuali dalam perang Tabuk. Perihal ketidakikutsertaanku dalam perang Tabuk itu adalah karena kelalaian diriku terhadap perhiasan dunia, ketika itu keadaan ekonomiku jauh lebih baik daripada hari-hari sebelumnya. Demi Allah, aku tidak pernah memiliki barang dagangan lebih dari dua muatan onta, akan tetapi pada waktu peperangan itu aku memikinya.
Sungguh, tidak pernah Rasullah saw. merencanakan suatu peperangan melainkan beliau merahasiakan hal itu, kecuali pada perang Tabuk ini. Peperangan ini, Rasulullah saw. lakukan dalam kondisi panas terik matahari gurun yang sangat menyengat, menempuh perjalanan nan teramat jauh, serta menghadapi lawan yang benar-benar besar dan tangguh. Jadi, rencananya jelas sekali bagi kaum muslimin untuk mempersiapkan diri masing-masing menuju suatu perjalanan dan peperangan yang jelas pula.

Rasulullah saw. mempersiapkan pasukan yang akan berangkat. Aku pun mempersiapkan diri untuk ikut serta, tiba-tiba timbul pikiran ingin membatalkannya, lalu aku berkata dalam hati, “Aku bisa melakukannya kalau aku mau!”
Akhirnya, aku terbawa oleh pikiranku yang ragu-ragu, hingga para pasukan kaum muslimin mulai meninggalkan Madinah. Aku lihat pasukan kaum muslimin mulai meninggalkan Madinah, maka timbul pikiranku untuk mengejar mereka, toh mereka belum jauh. Namun, aku tidak melakukannya, kemalasan menghampiri dan bahkan menguasai diriku.

Tampaknya aku ditakdirkan untuk tidak ikut Akan tetapi, sungguh aku merasakan penderitaan batin sejak Rasulullah saw. meninggalkan Madinah. Bila aku keluar rumah, maka di jalan-jalan aku merasakan keterkucilan diri sebab aku tidak melihat orang kecuali orang-orang yang diragukan keislamannya. Merekalah orang-orang yang sudah mendapatkan rukhshah atau ijinAllah Ta’ala untuk uzur atau kalau tidak demikian maka mereka adalah orang-orang munafik. Padahal, aku merasakan bahwa diriku tidak termasuk keduanya.

Konon, Rasulullah saw. tidak menyebut-nyebut namaku sampai ke Tabuk. Setibanya di sana, ketika beiau sedang duduk-duduk bersama sahabatnya, beliau bertanya, “Apa yang dilakukan Ka’ab bin Malik?”
Seorang dari Bani Salamah menjawab, “Ya Rasulullah, ia ujub pada keadaan dan dirinya!” Mu’az bin Jabal menyangkal, “Buruk benar ucapanmu itu! Demi Allah, ya Rasulullah, aku tidak pernah mengerti melainkan kebaikannya saja!”Rasulullahsaw. hanya terdiam saja.

Beberapa waktu setelah berlalu, aku mendengar Rasulllah saw. kembali dari kancah jihad Tabuk. Ada dalam pikiranku berbagai desakan dan dorongan untuk membawa alasan palsu ke hadapan Rasulullah saw., bagaimana caranya supaya tidak terkena marahnya? Aku minta pandapat dari beberapa orang keluargaku yang terkenal berpikiran baik. Akan tetapi, ketika aku mendengar Nabi saw., segera tiba di Madinah, lenyaplah semua pikiran jahat itu. Aku merasa yakin bahwa aku tidak akan pernah menyelamatkan diri dengan kebatilan itu sama sekali. Maka, aku bertekad bulat akan menemui Rasulullah saw. dan mengatakan dengan tidak sebenarnya.

Pagi-pagi, Rasulullah saw. memasuki kota Madinah. Sudah menjadi kebiasaan, kalau beliau kembali dari suatu perjalanan, pertama masuk ke masjid dan shalat dua rakaat. /Demikian pula usai dari Tabuk, selesai shalat beliau kemudian duduk melayani tamu-tamunya. Lantas, berdatanganlah orang-orang yang tidak ikut perang Tabuk dengan membawa alasan masing-masing diselingi sumpah palsu untuk menguatkan alasan mereka. Jumlah mereka kira-kira delapan puluhan orang. Rasulullah saw. menerima alasan lahir mereka; dan mereka pun memperbaharui baiat setia mereka. Beliau memohonkan ampunan bagi mereka dan menyerahkan soal batinnya kepada Allah. Tibalah giliranku, aku datang mengucapkan salam kepada beliau. Beliau membalas dengan senyuman pula, namun jelas terlihat bahwa senyuman beliau adalah senyuman yang memendam rasa marah. Beliau kemudian berkata, “Kemarilah!”

Aku pun menghampirinya, lalu duduk di hadapannya. Beliau tiba-tiba bertanya, “Wahai Ka’ab, mengapa dirimu tidak ikut? Bukankah kau telah menyatakan baiat kesetianmu?”
Aku menjawab, “Ya Rasulullah! Demi Allah. Kalau duduk di hadapan penduduk bumi yang lain, tentulah aku akan berhasil keluar dari amarah mereka dengan berbagai alasan dan dalil lainnya. Namun, demi Allah. Aku sadar kalau aku berbicara bohong kepadamu dan engkau pun menerima alasan kebohonganku, aku khawatir Allah akan membenciku. Kalau kini aku bicara jujur, kemudian karena itu engkau marah kepadaku, sesungguhnya aku berharap Allah akan mengampuni kealpaanku. Ya Rasululah saw., demi Allah, aku tidak punya uzur. Demi Allah, keadaan ekonomiku aku tidak pernah stabil disbanding tatkala aku mengikutimu itu!”
Rasulullah berkata, “Kalau begitu, tidak salah lagi. Kini, pergilah kau sehingga Allah menurunkan keputusan-Nya kepadamu!”

Aku pun pergi diikuti oleh orang-orang Bani Salamah. Mereka berkata kepada, “Demi Allah. Kami belum pernah melihatmu melakukan dosa sebelum ini. Kau tampaknya tidak mampu membuat-buat alasan seperti yang lain, padahal dosamu itu sudah terhapus oleh permohonan ampun Rasulullah!”
Mereka terus saja menyalahkan tindakanku itu hingga ingin rasanya aku kembali menghadap Rasullah saw. untuk membawa alasan palsu, sebagaimana orang lain melakukannya.
Aku bertanya kapada mereka, “Apakah ada orang yang senasib denganku?”
Mereka menjawab, “Ya! Ada dua orang yang jawabannya sama dengan apa yang kau perbuat. Sekarang mereka berdua juga mendapat keputusan yang sama dari Rasulullah sebagaimana keadaanmu sekarang!”

Aku bertanya lagi, “Siapakah mereka itu?”

Mereka menjawab, “Murarah bin Rabi’ah Al-Amiri dan Hilal bin Umayah Al-Waqifi.”
Mereka menyebutkan dua nama orang shalih yang pernah ikut dalam perang Badr dan yang patut diteladani. Begitu mereka menyebutkan dua nama orang itu, aku bergegas pergi menemui mereka.

Tak lama setelah itu, aku mendengar Rasululah melarang kaum muslimin berbicara dengan kami bertiga, di antara delapan puluhan orang yang tidak ikut dalam perang tersebut.
Kami mengucilkan diri dari masyarakat umum. Sikap mereka sudah lain kapada kami sehingga rasanya aku hidup di suatu negeri yang lain dari negeri yang aku kenal sebelumnya. Kedua rekanku itu mendekam di rumah masing-masing menangisi nasib dirinya, tetapi aku yang paling kuat dan tabah di antara mereka. Aku keluar untuk shalat jamaah dan kaluar masuk pasar meski tidak seorang pun yang mau berbicara denganku atau menanggapi bicaraku. Aku juga datang ke majilis Rasullah saw. sesudah beliau shalat. Aku mengucapkan salam kepada beliau, sembari hati kecilku bertanya-tanya memperhatikan bibir beliau, “Apakah beliau menggerakkan bibirnya menjawab salamku atau tidak?”
Aku juga shalat dekat sekali dengan beliau. Aku mencuri pandang melihat pandangan beliau. Kalau aku bangkit mau shalat, ia melihat kepadaku. Namun, apabila aku melihat kepadanya, ia palingkan mukanya cepat-cepat. Sikap dingin masyarakat kepadanya, ia palingkan mukanya cepat-cepat. Sikap dingin masyarakat kepadaku terasa lama sekali. Pada suatu hari, aku mengetuk pintu paga Abu Qaradah, saudara misanku dan ia adalah saudara yang paling aku cintai. Aku mengucapkan salam kepadanya, tetapi demi Allah, ia tidak menjawab salamku.
Aku menegurya, “Abu Qatadah! Aku mohon dengan nama Allah, apakah kau tau bahwa aku mencintai Allah dan Rasul-Nya?”

Ia diam. Aku mengulangi permohonanku itu, namun ia tetap terdiam. Aku mengulangi permohonanku itu, namun ia tetap terdiam. Aku mengulanginya sekali lagi, tapi ia hanya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!”
Air mataku tidak tertahankan lagi. Kemudian aku kembali dengan penuh rasa kecewa.
Pada suatu hari, aku berjalan-jalan ke pasar kota Madinag. Tiba-tiba datanglah orang awam dari negeri Syam. Orang itu biasanya mengantarkan dagangan pangan ke kota Madinah. Ia bertanya, “Siapakah yang mau menolongku menemui Ka’ab bin Malik?”

Orang-orang di pasar itu menunjuk kepdaku, lalu orang itu datang kepadaku dan menyerahkan sepucuk surat kepadaku dan menyerahkan sepucuk surat dari raja Ghassan. Setelah kubuka, isinya sebagai berikut, “… Selain dari itu, bahwa sahabatmu sudah bersikap dingin terhadapmu. Allah tidak menjadikan kau hidup terhina dan sirna. Maka, ikutlah dengan kami di Ghassan, kamu akan menghiburmu!”
Hatiku berkata ketika membaca surat itu, “Ini juga salah satu ujian!” Lalu aku memasukkan surat itu ke dalam tungku dan membakarnya.
Pada hari yang ke-40 dari pengasinganku di kampong halaman sendiri, ketika aku menanti-nantikan turunnya wahyu tiba-tiba datanglah kepadaku seorang pesuruh Rasulullah saw. menyampaikan pesannya, “Rasulullah memerintahkan kepadamu supaya kamu menjauhi istrimu!”

Aku semakin sedih, namun aku juga semakin pasrah kepada Allah, hingga terlontar pertanyaanku kepadanya, “Apakah aku harus menceraikannya atau apa yang akan kulakukan?”

Ia menjelaskan, “Tidak. Akan tetapi, kamu harus menjauhkan dirimu darinya dan menjauhkannya dari dirimu!”

Kiranya Rasulullah juga sudah mengirimkan pesannya kepada dua sahabatku yang bernasib sama. Aku langsung memerintahkan kepada istriku, “Pergilah kau kepada keluargamu sampai Allah memutuskan hukumnya kepada kita!”
Istri Hilal bin Umaiyah datang menghadap Rasulullah saw. lalu ia bertanya, “Ya Rasulullah, sebenarnya Hilal bin Umaiyah seorang yang sudah sangat tua, lagi pula ia tidak memiliki seorang pembantu. Apakah ada keberatan kalau aku melayaninya di rumah?”

Rasulullah saw. menjawab, “Tidak! Akan tetapi ia tidak boleh mendekatimu!”
Istri Hilal menjelaskan, “Ya Rasulullah! Ia sudah tidak bersemangat pada yang itu lagi. Demi Allah, yang dilakukannya hanya menangisi dosanya sejak saat itu hingga kini!”

Ada seorang familiku yang juga mengusulkan, “Coba minta izin kepada Rasulullah supaya istrimu melayai dirimu seperti halanya istri Hilal bin Umayah!”
Aku menjawab tegas, “Tidak Aku tidak akan minta izin kepada Rasulullah saw. tentang istriku. Apa katanya kelak, sedangkan aku masih muda?”
Akhirnya, hari-hari selanjutnya aku hidup seorang diri di rumah. Lengkaplah bilangan malam sejak orang-orang dicegah berbicara denganku menjadi 50 hari 50 malam. Pada waktu sedang shalat subuh di suatu pagi dari malam yang ke-50 ketika aku sedang dudung berdzkir minta ampun dan mohon dilepaskan dari kesempitan hidup dalam alam yang luas ini, tiba-tiba aku mendengar teriakan orang-orang memanggil namaku. ‘Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah! Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah!”

Mendengar berita itu aku langsung sujud memanjatkan syukur kepada Allah. Aku yakin pembebasan hukuman telah dikeluarkan. Aku yakin, Allah telah menurunkan ampunan-Nya.
Rasulullah menyampaikan berita itu kepada shahabat-shahabatnya seusai shalat shubuh bahwa Allah telah mengampuni aku dan dua orang shahabatku. Berlomba-lombalah orang mendatangi kami, hendak menceritakan berita germbira itu. Ada yang datang dengan berkuda, ada pula yang datang dengan berlari dari jauh mendahului yang berkuda. Sesudah keduanya sampai di hadapanku, aku berikan kepada dua orang itu kedua pakaian yang aku miliki. Demi Allah, saat itu aku tidak memiliki pakaian kecuali yang dua itu.
Aku mencari pinjaman pakaian untuk menghadap Rasullah. Ternyata aku telah disambut banyak orang dan dengan serta merta mereka mengucapkan selamat kepadaku. Demi Allah, tidak seorang pun dari muhajirin yang berdiri dan memberi ucapan selamat selain Thal’ah. Sikap Thalhah itu tak mungkin aku lupakan. Sesudah aku mengucapkan salam kepada Rasulullah, mukanya tampak cerah dan gembira, katanya kemudian, “Bergembiralah kau atas hari ini! Inilah hari yang paling baik bagimu sejak kau dilahirkan oleh ibumu!”
“Apakah dari Allah ataukah dari engkau ya Rasulullah?” tanyaku sabar.
“Bukan dariku! Pengampunan itu datangnya dari Allah!” jawab Rasul saw.
Demi Allah, aku belum pernah merasakan besarnya nikmat Allah kepadaku sesudah Dia memberi hidayah Islam kepadaku, lebih besar bagi jiwaku daripada sikap jujurku kepada Rasulullah saw.”
Ka’ab lalu membaca ayat pengampunannya itu dengan penuh haru dan syahdu, sementara air matanya berderai membasahi kedua pipinya.
“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian, Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah:118)

)|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|( )|(

Gimana setelah membaca kisah di atas?

Sekarang kita hubungkan dengan kehidupan saat ini. Kalau Ka’ab bin Malik absen dari perang, kalau kita saat ini kita hubungkan dengan amanah-amanah kita. Bagaimana sikap kita ketika mendapat seruan untuk dakwah? Bagaimana sikap kita ketika mendapatkan amanah? Apakah kita memiliki ruhul istijabah dan bersigera untuk melaksanakannya? Apakah justru sebaliknya kita merasa enggan, malas dan akhirnya tidak berangkat seperti kisahnya Ka’ab bin Malik itu?
Kondisi yang dialami Ka’ab bin Malik saat itu adalah contoh kondisi ketika mengalami futur, ketika kondisi keimanannya lemah. Ka’ab bukan termasuk golongan orang munafik yang mengudzurkan dirinya untuk tidak ikut perang dengan berbagai alasan. Tetapi beliau jujur kepada Rasulullah menyadari kesalahannya dan bertaubat. Beliau segera bangkit dari kondisi futurnya dan ikhlas menerima hukuman apapun. Bagaimana dengan diri kita? Apakah kita akan mengudzurkan diri kita dengan berbagai alasan ketika kita diberi amanah, padahal alasan sebenarnya karena kemalasan kita. Apakah kita akan menyalahgunakan kepandaian kita untuk membuat-buat alasan. Apakah kita sering gak datang syuro tanpa alasan yang syar’i karena kita males atau mendahulukan yang lain yang tidak penting. Atau mungkin datang tapi sengaja telat karena menunda-nunda keberangkatannya tanpa ada udzur apapun. Padahal dalam sebuah ayat Al Qur’an, kita disuruh untuk berangkat jihad dalam keadaan merasa berat maupun ringan.
Coba kita simak surat At-Taubah:41-49

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah : “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu.” Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.
Semoga Allah mema`afkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.

Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.

Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. Dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.”

Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.
Sesungguhnya dari dahulupun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur pelbagai macam tipu daya untuk (merusakkan)mu, hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah) dan menanglah agama Allah, padahal mereka tidak menyukainya.
Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir. (QS.At-Taubah:41-49)

Dan bagaimana pula sikap kita jika kita ditegur terhadap kekhilafan kita? Apakah kita akan ikhlas menerimanya dan berusaha memperbaikinya serta bersikap tajarud seperti halnya Ka’ab ataukah kita justru mutung, merasa kecewa dan akhirnya keluar dari jalan ini.

BUTIRAN INI..


moga ia adalah penenang jiwa..
moga mampu memadamkan api dosa..
dan mampu mendinginkan bara jahiliyah..

moga ia adalah butiran permata..
yang menjadi saksi setiap orakan langkah..
menjadi penutup episod lalu..
pembuka lembaran baru..

agar ianya adalah kekuatan baru..
biar hanya sepasang kaki yang melangkah..
seolah mengorak langkah bersama berjuta umat diluar sana..

menjadi peluru semangat..
juga bilahan keimanan..

moga gugurnya ia..
adalah saksi sebuah perjanjian..
bukan perjanjian yang hanya untuk dimungkiri..
tetapi adalah janji untuk ditepati..

moga butiran ini..
menjadi suatu rantai perjuangan..
terus istiqamah atas landasan peperangan ini..

Thursday, July 1, 2010

IBN ABU JAHAL

Diatas kapal itu, berdiri seorang lelaki gagah perkasa..sosok tubuhnya seperti seorang pahlawan memang tiada siapa yang pernah silap menilainya..beliau merenung masa lalunya.. Dahulu beliau adalah seorang pembesar yang disegani dan digeruni, hartanya melimpah ruah, hasil dari warisan keluarganya yang kaya raya, juga usaha dirinya yang gagah perkasa..

Tidak lama kemudian, di tempatnya muncul seorang lelaki yang mengaku dirinya adalah seorang Utusan, ingin membawa kepada kebenaran..beliau pantang menurut. Beliau adalah seorang ketua, mana mungkin tunduk kepada seorang lelaki yatim yang pengikutnya adalah terdiri dari orang-orang biasa..dendam kesumat beliau begitu menguasai dirinya..tiada sebutir kebaikan yang beliau tinggalkan dilubuk hati beliau..walaupun beliau pernah mengakuinya, tetapi tidak selepas ayahnya terbunuh di dalam perang Badar..Abu Jahal, itulah ayahnya..seorang penentang nombor satu perjuangan Utusan Pembawa Kebenaran..beliau begitu menyanjungi perjuangan ayahnya, sehingga bersumpah akan menuntut bela atas kematian ayahnya. Hutang nyawa tetap dibalas nyawa..itu sumpahnya..

Beliau terus merenung jauh zaman lalunya..peperangan demi peperangan dicetuskannya, demi menuntut bela..namun, semakin lama, teman-temannya meninggalkannya..sehingga hanya tinggal beliau sendirian..selepas Fathul Mekah, sokongan terhadap beliau begitu tipis, teman-temannya membelotinya, pengikutnya lari..namun beliau gagah perkasa..darah pahlawannya mengalir mengajarkan beliau pantang menyerah..beliau melarikan diri mencari bantuan..bantuan demi bantuan, namun kejayaan tidak berpihak kepadanya..

Sehinggalah didalam kapal ini beliau berdiri..beliau begitu mengharapkan sokongan dari Raja Habsyah..walaupun hanya sehelai sepinggang, beliau gadaikan dirinya sebagai anak kapal yang akan berlayar ke Habsyah..begitu dendam kesumatnya menguasai dirinya..ditinggalkan anak dan isteri yang dicintainya di Mekah..beliau yakin akan menuntut bela atas kematian ayahnya. Lagi pula, Sang Utusan telah mengumumkan bahawa darahnya dihalalkan sekiranya ada yang menjumpainya..mana mungkin dibiarkan dirinya dikerumuni oleh musuh-musuhnya sendiri..

Tiba-tiba..kapal yang dinaikinya bergoyang, angin ribut membuatkan kapal tersebut hilang pertimbangan. Anak-anak kapal sibuk dengan posisi masing-masing..namun ribut tersebut terlalu kuat..sehinggalah ketua kapal yang ditumpanginya itu berkata kepadanya ‘Berdoalah kepada Allah agar kita terselamat!!’..terkasima beliau mendengarnya..apakah lelaki tersebut seorang muslim??

Namun dalam keadaan yang genting, inilah peluang beliau menentukan kebenaran..apakah Latta & Uzza atau Allah yang akan menolongnya..namun, bibirnya meminta kepada Allah.. ‘Dengan Nama Tuhan Muhammad.. ’ tiba-tiba, angin ribut tersebut terus menjadi sunyi..

Saat itu barulah beliau mengakui ketuhanan Sang Pencipta, Tuhan Muhammad..sejak itu, hati beliau mulai terusik dengan ketauhidan Allah..beliau menyesal dengan sikap dirinya yang ego untuk menerima kebenaran di depan matanya..dendam kesumat yang begitu menguasai dirinya telah mengaburi cahaya kebenaran yang disuluhkan kepadanya.. ‘Ya Allah! Betapa hinanya diriku?!’

Namun, terlanjur beliau sudahpun tiba di hadapan Raja Habsyah..sebilah pedang dihunuskan diatas bahunya oleh Sang Raja tersebut..saat itu beliau ditanyakan mengenai Muhammad, beliau menjawab ‘Sebelum ini aku adalah penentang Muhammad yang pertama, tujuan aku datang adalah untuk meminta bantuan dari Habsyah bagi membunuh Muhammad, namun kini aku meminta jasamu agar melepaskanku supaya dapat aku pulang ke Mekah berjumpa Muhammad untuk melindungi Muhammad dan menjadi pembela Islam!’..Sang Raja tidak percaya dengan kata-kata anak Abu Jahal tersebut ‘apakah yang membuatmu berubah pendirian?’.. beliau mula menceritakan pengalamannya di atas kapal..begitu hidayah Allah datang menyapa kepada hambaNya dimana sahaja.

Sang Raja percaya dengan kata-kata beliau. Beliau dilepaskan dan pulang ke Mekah untuk bertemu Rasulullah..beliau mahu memeluk Rasulullah, meminta maaf atas kesalahannya..beliau tahu terlalu besar kesalahan yang dilakukannya, namun beliau yakin Muhammad pasti memaafkannya kerana peribadi Muhammad yang mulia dan pemaaf. Namun, beliau tidak yakin akan para sahabat juga penduduk kota Mekah yang lain..sudah ramai nyawa yang terkorban hanya kerana dirinya yang ego..sudah tentu ramai yang menyimpan dendam atas perbuatannya..

Tidak sabar rasanya ingin berjumpa isterinya yang tercinta juga anak yang disayanginya..namun cinta isterinya kepada dirinya begitu tinggi..isterinya keluar mencarinya supaya dapat memujuk beliau agar menyerahkan diri kepada Muhammad..beliau sedar akan cinta isterinya kepadanya..ditengah-tengah budaya bangsa arab yang kotor, wanita tersebut menjadi pilihan hatinya..mereka berkahwin kerana saling mencintai..mana mungkin beliau sanggup membiarkan isterinya diluar, tentu musuhnya yang ramai akan menuntut bela dan mengambil kesempatan ke atas kelemahan isterinya yang sedang bersendirian. Perjalanan yang panjang ditempuh bagi menemukan isterinya..Alhamdulillah selepas mereka bertemu, isterinya segera menyatakan hasrat hatinya agar suaminya menyerahkan dirinya kepada Muhammad..isterinya juga sudah merayu kepada Muhammad agar perintah bunuh atas suaminya ditarik balik..

Apakah lagi yang harus diucapkan dibibir beliau..kalau boleh, sekarang juga beliau mahu menemui Muhammad!..namun, hatinya tetap takut akan musuh-musuhnya yang lain, belum tentu yang lain dapat memaafkan dirinya..diutuskan khadamnya agar bertemu Rasulullah..khadamnya sebenarnya telah lama memeluk islam tanpa pengetahuan beliau dan keluarganya..namun sekarang khadamnya telah beliau merdekakan. Namun, kemarahannya terhadap pengikut Muhammad telh berubah..beliau berjanji kepada dirinya akan membantu Muhammad menyebarkan Islam..

Diutuskan lelaki yang telah dimerdekakannya itu agar berjumpa Rasulullah untuk menyatakan hasrat hati beliau bertemu Rasulullah meminta maaf..Rasulullah menerima dan menyambut beliau dengan besar hati..tetapi masih kelu bibirnya untuk mengucapkan kalimah syahadah..beliau meminta masa kepada Muhammad ‘Aku belum bersedia memeluk islam kerana tidak mahu disebabkan rasa bersalahku, tetapi berilah aku masa agar aku memeluk islam kerana kebenaran islam’

Muhammad memberikan waktu kepada beliau..namun dendam sahabatnya yang pembelot masih menyala..sengaja disuluh-suluh agar Muhammad tidak menerima beliau..pada suatu malam, beliau ketempat yang telah dijanjikan bagi beradu nasib dengan sahabatnya dulu..hati busuk sahabatnya itu memang sudah diketahuinya..sejak kecil beliau bersahabat dengan lelaki yang bernama Suhail..Suhail datang membawa konco-konconya..perjanjian satu lawan satu dimungkirinya..Beliau dengan kuda tunggangannya lari namun dicelah-celah sebatang pohon, tiba-tiba beliau bagai ditelan..

Suhail terus menemui Muhammad dan menceritakan hal tersebut. Beliau tahu, pasti Muhammad sudah mengetahui hal tersebut kerana beliau adalah seorang Nabi utusan Allah..lalu, Muhammad tertarik dengan peristiwa tersebut dan sengaja mahu pergi ketempat kejadian..tiba-tiba dimalam yang gelap tersebut, ada cahaya terang keluar dari pohon tersebut..dan terdengar jeritan ‘tolong aku Muhammad!!!’..keluarlah beliau dan terus memeluk tubuh Muhammad.. ‘tolong aku..tolong aku!! Pohon ini telah menelan aku!!’..Muhammad dengan tenang meminta beliau menceritakan peristiwa sebenarnya dan akhirnya Muhammad berkata ‘Allah telah menolongmu berkali-kali, adakah kau masih meminta waktu?’ Lantas Ikrimah bin Abu Jahal mengucapkan syahadah..

Setelah kejadian itu, Ikrimah merupakan pembela Islam dan Rasulullah yang utama..misi demi misi disertainya bagi menyebarkan agama Allah.. ‘sesiapa yang bersahabat dengan Rasulullah adalah sahabatnya, dan sesiapa yang memusuhi Rasulullah adalah musuhnya juga’ itulah janji Ikrimah!! Ikrimah berjanji akan membela Islam sehabis-habisnya..kerana telah berlalu usianya dahulu menentang Islam, maka tidak akan disisakan walau sedetik waktupun agar beliau dapat membela Islam.

Ketika misi menyebarkan islam sampai ke Rome, beliau bersama-sama Khalid bin Al-Walid menyertai misi tersebut..saat yang getir menentang kuasa besar Rome begitu terasa oleh tentera muslim, sehingga Ikrimah memberikan cadangan agar ditubuhkan satu pasukan berani mati yang mara kedepan bagi menentang Rome. Sekurang-kurangnya bilangan tentera Rome menjadi sedikit untuk ditentangi oleh para muslimin..Mulanya Khalid tidak bersetuju, namun itulah tujuan mereka berperang.. ‘Mendapat kejayaan atau mati syahid!!’

Ikrimah berjaya mengumpulkan 300 orang yang berani menyertai pasukan tersebut. Setelah pasukan berani mati merempuh tentera Rome yang ramai, akhirnya Islam berjaya menakluki Rome..namun, Ikrimah cedera parah..Khalid segera mencari sahabatnya Ikrimah..beliau menuju ke khemah dimana dikatakan terdapat tiga tubuh yang mengalami cedera parah dan sedang dirawat..benar, Ikrimah ada disana..Ikrimah tersenyum sambil menahan kesakitan..beliau bersyukur kerana Islam telah menang dan beliau, bersama dua orang sahabat lagi cedera parah..Ikrimah kemudian meminta air kerana haus, Khalid lantas mengambil kantungannya..belum sempat diberikan kepada Ikrimah, Abbas disamping Ikrimah meminta air, lantas Ikrimah menyuruh Khalid memberikan kepada Abbas, tetapi belum sempat Abbas meminum air, sahabat disampingnya pula meminta air..tetapi Khalid tidak sempat memberikan kepada sahabat tersebut..beliau syahid di jalan Allah..lantas Khalid pusing kepada Ikrimah, dilihatnya Ikrimah juga telah syahid dijalan Allah..maka Khalid berpusing ke Abbas..Abbas juga telah syahid..mereka bertiga telah syahid! Syahid dan dijanjikan syurga..

MasyaAllah!! Sunhanallah!! Indahnya perjuangan para sahabat..mereka telah berjanji pada diri mereka sendiri bahawa mereka akan menjadi pembela agama Allah..walaupun dahulunya, silam mereka dilumuri darah para pejuang islam, namun mereka berjanji akan menggilap kembali darah tersebut dengan memperjuangkan Islam..benar-benar mereka melakukannya sehingga ke titisan darah mereka yang terakhir..

Janji mereka telah tertunai, namun janji kita??

Pernahkah kita berjanji kepada diri kita untuk menggilap kembali masa jahiliyah kita dengan membela agama Allah..sudah, kita sudahpun berjanji semalam..tetapi adakah sudah tertunai?? Adakah sudah kita cuba untuk tunaikan??

Perjuangan para sahabat begitu hebat dan dahsyat berbanding perjuangan yang kita harus lalui..namun..adakah kita belum juga bersedia menghadapinya?? Adakah kita masih bertalik tali dan ragu-ragu untuk melaluinya??

Sejarah kita berbanding para sahabat jauh lebih cetek kejahatan yang kita lakukan, namun mengapa masih ragu-ragu terhadap pengampunan Allah??adakah darah kita pernah dihalalkan oleh Baginda??pernahkah kita menentang habis-habisan agama Allah??pernahkah kita membunuh beribu-ribu nyawa mereka yang berjuang dijalan Allah??

Namun Ikrimah menghapuskan dosanya yang lalu..sehingga beliau syahid!! Beliau syahid membela agama Allah dan berada di barisan ahli syurga..Subhanallah!

Ikrimah bin Abu Jahal dapat merasai nikmat syurga, kenapa kita tidak??